Sebutan sultan

Kita tentu sudah tau bahwa istilah “sultan” sering dipakai ketika ada orang yang [ketauan] memiliki atau membeli sesuatu yang mahal atau “wah”. Saya sendiri dengan teman-teman saya juga kadang menggunakan istilah tersebut, misalnya ada teman yang ketauan baru saja membeli mobil baru, di grup chat saya langsung ada yang komen “si A sultan nih, kemarin gw liat dia bawa mobil kinclong banget“. Atau pernah ada yang ketauan mau tour ke Eropa sama keluarga, langsung muncul chat “Gile, berapa orang tour ke Eropa 12 hari? Sultan!

Saya pribadi menganggap sebutan “sultan” tersebut hanya lucu-lucuan, tetapi mungkin bagi sebagian orang tidak demikian. Rasanya banyak orang yang rela melakukan banyak hal yang “berlebihan secara finansial” hanya demi disebut sultan. Buktinya? menurut saya salah satu buktinya adalah postingan-postingan aktivitas mahal atau mevvah di media sosial, dimana tentu saja tujuan postingan itu untuk supaya dilihat banyak orang. Kan kalau sudah dilihat orang biasanya kemudian akan memicu reaksi, yang mana tentu harapannya akan disebut-sebut sebagai ‘sultan’.

Memangnya membeli atau melakukan kegiatan mahal itu buruk? Depends! Tergantung motivasi dan kantong. Saya tau banget ada orang-orang yang sengaja menggunakan barang-barang mewah atau melakukan aktivitas-aktivitas mahal hanya untuk menunjukkan dirinya sukses. Ini yang disebut “flexing”. Biasanya orang yang bisnisnya mencari anggota akan melakukan flexing supaya orang lain tertarik ikutan bisnisnya itu. Jadi disini ada motivasi bisnis/pekerjaan, dan menurut saya sah-sah saja, namanya juga berusaha, kan?

Bagaimana dengan ‘kantong’? nah ini yang bisa membuat kacau, yaitu jika ternyata finansialnya belum mapan. Misalnya dia membeli mobil baru, tetapi kemudian dicicil karena memang tidak mampu beli tunai, ini bisa berakibat tidak baik, karena adanya cicilan berati ada bunga dan ada resiko finansial. Lebih parah lagi kalau sampai pakai pinjol hanya demi membeli barang-barang mewah…. aduh! jangan deh. Sebaiknya pikirkan 1000x sebelum berhutang hanya demi membeli barang konsumtif. Percaya saya, ditagih itu bisa membuat tidak bisa tidur. Lebih baik makan nasi pakai ceplok telor dibandingkan makan di restoran tapi dikejar-kejar penagih.

Kesimpulannya apa, min?” menurut saya, jangan karena mau disebut sultan lalu kita mengorbankan keuangan kita. Sebutan itu hanya kata-kata, lho. Ditempel di depan rumah pun tidak akan membuat uang jatuh dari langit. Jadi hidup sederhana saja dan lakukan financial planning agar masa depan kita tenang.