Kabar duka tiba-tiba datang dari grup chat alumni kampus saya, menyebutkan bahwa ada dosen kami yang meninggal. Sedihnya, dosen tersebut adalah dosen yang banyak membantu saya dan kakak saya dulu, baik dalam hal akademis, beasiswa sampai pekerjaan di kampus sebagai asisten lab. Meskipun sudah lama sekali tidak bertemu, kenangan-kenangan di masa lalu tidak akan pernah hilang, terutama kebaikan-kebaikan beliau.
Tentu saja, saya juga tahu bahwa kebaikan dosen tersebut bukan hanya kepada saya dan kakak saya. Saya tahu persis kalau banyak sekali mahasiswa dan alumni yang juga sayang dan bahkan mengagumi beliau. Tidak heran, ketika kabar duka tadi tiba, di grup WA langsung ramai meskipun sudah malam-malam. Kabarnya pula, di tengah malam itu ada satu alumni yang langsung datang ke rumah duka.
Yang menarik, ternyata ketika saya coba gugel dosen tersebut, namanya minim sekali muncul. Memang ada namanya tampil terutama di bagian publikasi jurnal ilmiah, tapi sebatas itu saja. Di bagian gambar-gambar malah tidak ada sama sekali. Tidak ada berita ataupun informasi mengenai beliau meskipun beliau sudah menjadi dosen puluhan tahun dan sudah menjadi berkat untuk entah berapa ribu mahasiswa-mahasiswi.
Bagi saya, itulah dedikasi. Meskipun dedikasinya tidak pernah terpublikasi ataupun viral, dosen saya itu tidak pernah berhenti berkarya. Beliau sebenarnya sudah pensiun karena usia, tetapi ketika saya berbicara dengan saudaranya dirumah duka, diinfokan bahwa beliau masih tetap mengajar meskipun hanya 1 mata kuliah, jadi sebenarnya “pensiun” hanya formalitas [karena usia yang sudah tinggi] sedangkan aktivitas mengajarnya tetap masih dilakukan. Luar biasa. Saya tidak tau lagi apa istilah lain untuk hal seperti itu jika bukan “dedikasi”.
Selamat jalan, bu Sri Mulyanti. Terima kasih untuk semua kebaikan ibu selama menjadi pengajar, dan semoga dedikasi ibu di dalam dunia pendidikan bisa menjadi teladan dan inspirasi untuk banyak orang. Rest in peace.