Arah prioritas

Pernah suatu kali saya ngobrol dengan anak saya mengenai pekerjaan saya di restoran di Amrik dulu. Saya ceritakan bahwa penghasilan saya waktu itu bergantung pada tips pelanggan yang datang, karena gaji pokoknya sangat amat kecil. Tapi yang menarik, tips dari pelanggan justru bisa sangat besar, yang mungkin mengalahkan karyawan dengan gaji bulanan tetap. FYI, rekor tips saya adalah $60 dari 1 meja (yup, saya tidak salah ketik, $60 dari 1 pelanggan). Pada saat itu angka tersebut sangat besar.

Anak saya kemudian lanjut bertanya, “koq bisa kasih tips sebesar itu?” Saya juga tidak tau, karena yang namanya tips itu memang dari kemurahan hati, bukan paksaan. Tetapi satu hal yang saya ketahui, pelanggan saya saat itu adalah seorang dokter spesialis yang sedang merayakan ulang tahun bersama keluarga. Saya lupa berapa nominal order yang dihabiskan, tetapi melihat jumlah orangnya yang hampir 10 orang, sepertinya ordernya bernilai sekitar $300. Ketika menjelaskan ini, tiba-tiba saya menyadari sesuatu, bahwa sebenarnya pelanggan yang datang ke restoran tempat saya bekerja tersebut rata-rata menghabiskan uang cukup besar, yang mana kemudian jumlah tipsnya biasa mengikuti. FYI, restoran tempat saya bekerja itu adalah sebuah restoran Jepang yang dimiliki oleh orang Jepang asli. Di restoran itu kebanyakan menunya adalah sushi dan sashimi dengan kualitas ikan yang menurut saya bagus, sehingga wajar jika harganya juga tinggi. Dan saya bersyukur bisa mendapatkan pekerjaan ditempat tersebut, karena saya sedikit banyak dapat mencicipi makanan-makanan disitu dengan gratis 😀

hm.. apa hubungan cerita itu dengan judul postnya, min?” Nah, hubungannya adalah, menurut saya, orang cenderung mengarahkan prioritas ke hal-hal selain uang ketika finansialnya sudah mapan, apalagi jika ditambah usia yang sudah tinggi pula.

Dalam konteks cerita tadi, ke arah makanan sehat. Percaya tidak percaya, jika pertanyaan ‘mau makan apa’ ditanyakan kepada orang dengan finansial yang mapan, kemungkinan besar jawabannya adalah jenis makanan yang sehat, meskipun harganya jauh lebih mahal. Di dekat restoran Jepang tadi ada juga Chinese restaurant yang menyediakan makanan-makanan yang jauh lebih murah, misalnya nasi goreng. Sebagai gambaran, harga nasi goreng saat itu masih dibawah $5, sedangkan paket nasi di restoran Jepang (ada nasi dan teriyaki beef – tempura, atau paket sushi) diatas $15. Seandainya hanya ingin “kenyang” saja, ya pasti cari murah, tetapi orang-orang dengan kemapanan finansial tentu akan berpikir lebih daripada itu, misalnya bagaimana agar makanan yang dimakan lebih sehat.

Kalau tanya saya, sayapun akan menjawab hal yang sama. Jika uang bukan lagi masalah, pastinya saya akan memilih hal-hal selain uang untuk dijadikan prioritas, misalnya jenis kopi atau jajanan yang lebih sehat, perlengkapan atau alat olahraga yang bagus dan nyaman untuk saya, dll.

Pertanyaan selanjutnya mungkin “bagaimana caranya agar uang bukan lagi masalah?” -> disinilah perlunya financial planning. Satu hal yang perlu diingat, kemapanan finansial tidak bicara mengenai jumlah, tetapi bicara mengenai pengelolaan. Silahkan lihat post-post di kategori finansial untuk mendapatkan wawasan lebih banyak tentang finansial.