
Ada tertulis, “Hati yang gembira adalah obat.”
Beberapa waktu lalu saya kembali mendengar kalimat sederhana tapi powerful tersebut. Waktu itu Pendeta yang berkhotbah memberikan analogi yang sangat menarik. Pada dasarnya kita harus punya mindset bahwa kita berolahraga bukan karena kita suka, tetapi karena manfaatnya.
Bagi kebanyakan orang, terutama yang memiliki pekerjaan fulltime atau para kaum mager (malas gerak), olahraga adalah aktivitas yang non-prioritas (keren kan istilah gue…). Kalau punya waktu kosong kemungkinan yang dilakukan adalah rebahan, istirahat, tidur, atau nonton. Jika ditanya “kenapa tidak olahraga,” kemungkinan alasannya karena sibuk atau tidak punya waktu, padahal sebenarnya alasannya bukan itu. Alasan utama seseorang tidak melakukan sesuatu adalah karena tidak menyukainya. Coba kalau suka, apapun dilakukan. Contoh sederhana adalah orang yang pacaran. Ketika suka dengan seseorang, apa saja mau dilakukan, apakah bangun pagi-pagi untuk dandan fullset, atau pulang sampai malam supaya bisa bareng terus, atau menempuh perjalanan berjam-jam demi bisa bertemu, dll. Benar??
Jadi berolahraga itu tidak perlu disukai [karena kesibukan dan hobi setiap orang berbeda-beda] tetapi berolahraga itu harus untuk setiap orang, maka itu lakukan karena manfaatnya. FYI, olahraga itu tidak berati harus ke gym atau pakai peralatan seperti di gym. Bayangkan saja pelajaran olahraga di sekolah. Anak-anak yang olahraga biasanya cukup dengan senam atau lari. Seperti itulah aktivitas olahraga sederhana… jalan atau lari atau senam. Jikapun bisa ke gym atau berenang, malah lebih baik.
Balik lagi ke awal… hati yang gembira adalah obat. Inipun sama, lakukan bukan karena suka tetapi karena manfaatnya. Apapun kondisi dan situasi yang kita hadapi dalam hidup, hati harus tetap gembira agar penyakit tidak datang.
“Tetapi bagaimana jika memang lagi ada masalah? atau sedang berduka? Masa iya sedang sedih harus tertawa-tawa?” Ngga gitu juga, Bambang…. Hati yang gembira bicara mengenai bagaimana kita bisa mengatur emosi dan perasaan kita ketika sedang menghadapi apapun dalam hidup, sedemikian rupa sehingga respon tindakan kita menunjukkan hal positif. Wajar jika kita menangis ketika ada kedukaan, tetapi tidak berlarut-larut dan setelah itu bisa terus semangat bahkan membantu saudara / kerabat lain yang juga sedih. Pikiran dan sikap positif adalah kuncinya. Ketika pikiran positif, sikap positif, maka hatipun akan gembira. Praktek memang tidak semudah teori, tetapi jika belajar dilakukan, lama-lama akan menjadi mudah. Ciayoo!