Sebenarnya saya ingin menulis post lain, hanya saja dalam upaya penulisan tersebut tiba-tiba saya merasa kalau saya mesti menjabarkan dahulu mengenai workaholic dan ambisius, maka timbullah post ini.
Workaholic biasa diartikan sebagai “gila kerja.” Ya, boleh-boleh saja, hanya koq kesannya negatif, ya? padahal tetap ada sisi positifnya, lho. Menurut saya, workaholic berprinsip bahwa pekerjaannya harus selesai, harus benar, harus sesuai.. tidak peduli seberapa panjang waktu yg dihabiskan dan seberapa tinggi effort yg dikeluarkan. Artinya, ketika mendapat pekerjaan, maka pekerjaannya itu akan dilakukan dengan sungguh-sungguh. FYI, dari sudut pandang pemberi kerja (employer), tipe workaholic itu justru yang dicari, karena bos-bos itu akan tau bahwa karyawannya akan benar-benar bekerja dan tidak perhitungan dengan jam kerja. Nah, sisi negatifnya biasa berdampak kepada orang-orang disekitar si workaholic tersebut, terutama keluarga. Kenapa? karena terlalu fokus dengan apa yang dikerjakan sehingga kemudian lupa lainnya. Mungkin yang menciptakan istilah “gila kerja” tersebut adalah orang-orang disekitaran para workaholic. hahaha…
Suatu ketika ada percakapan antara dua orang teman…
“Lho, mana laki loe? katanya mau ikutan reuni?”
“Iya, tuh. Kerja mulu dia. Gue aja heran, seharian kerja dari pagi sampai malam gini ngga capek. Emang Gila”
“Oh, gila kerja…”
Ambisius itu juga pasti sudah pernah dengar ya, yaitu orang yang punya ambisi. Kalau saya boleh berikan definisi saya pribadi, ambisi adalah keinginan untuk mencapai setinggi-tingginya. Apapun yang terjadi dan bagaimanapun juga, si ambisius akan berusaha agar impiannya bisa tercapai.
Kemungkinan, kamu akan berpendapat bahwa workaholic itu ambisius, dan ambisius juga workaholic. Menurut saya pribadi, tidak selalu demikian. Secara umum, orang yang ambisius mestinya juga workaholic, karena impian itu bisa tercapai jika benar-benar bekerja dan berusaha. Tapi… orang yang ambisius tetapi malas juga ada, koq. Biasanya orang-orang yang seperti ini mengandalkan hal lain untuk mencapai keinginan-keinginannya, misalnya uang dan/atau koneksi. Contohnya? kita tau sama tau lha “pemimpin rakyat” yang itu tuh…
Lanjut, apakah para workaholic pasti ambisius? Tidak selalu juga. Saya bisa bicara seperti itu karena kebetulan saya adalah seorang workaholic, tapi saya tidak punya ambisi.
Entah mengapa, setiap saya sudah fokus pada pekerjaan saya, maka saya akan benar-benar tidak peduli dengan sekitaran saya. Kalau sudah kerja, saya tidak lihat jam, dan saya tidak mau diganggu. Tidak jarang saya memarahi anak saya jika dia tiba-tiba mendatangi saya ketika saya sedang bekerja dirumah (WFH). Dulu ketika saya masih muda dan belum berkeluarga, saya kost di dekat tempat kerja. Kost itu hanya untuk tidur, malah kadang hanya untuk mandi dan tukar baju karena tidurnya di kantor. Tapi saya tidak punya ambisi. Entah mengapa [lagi], saya tidak begitu tertarik dengan posisi direktur atau jabatan level atas. Benar bahwa kadang saya berpikir, seandainya saya mau, maka mendapatkan posisi level atas itu sangat mungkin, namun saya juga menyadari apa yang mungkin saya korbankan ketika saya mengambil opsi itu. Dengan sifat workaholic saya, jika saya kemudian menjalankan rute karir profesional, maka kemungkinan saya akan mengorbankan banyak hal. Ini sebenarnya inti dari post yang di awal saya ceritakan. Tapi nanti saya akan tulis di post berikutnya…