
Saya ini termasuk orang yang tidak akan pernah mau belajar masak. “Never ever!” istilah ekstrimnya. Jika kalian bertanya mengapa, alasan saya sederhana “saya tidak bakat masak. bad tester banget.” Apalagi dalam konteks makanan, saya merasa sayang jika gagal masak lalu buang makanan. Pernah dulu saya masak nasi, hasilnya hampir seperti bubur. Dibilang nasi bukan, dibilang bubur juga bukan, jadi kan tidak jelas dan akhirnya ogah makan. wkwkwk
Balik ke alasan tadi, saya selalu punya prinsip bahwa setiap orang pasti memiliki bakat, dan bakatnya beda-beda, jadi biarlah masing-masing fokus pada bakatnya tersebut, karena saya yakin kalau hasil dari pekerjaan orang yang berbakat akan berbeda dengan mereka yang tidak berbakat. Selain itu, orang yang punya bakat biasanya akan menyukai bidang dimana bakatnya itu berada. Contohnya seorang yang berbakat menggambar akan menyukai bidang yang berhubungan dengan gambar/seni lukis. Seorang yang bakatnya memasak biasanya hobi masak atau mungkin membuat kue, yang punya bakat musik akan senang dengan musik atau alat musik, dll.
Saya pribadi percaya saya memiliki bakat dalam hal menulis. Salah satu buktinya adalah blog ini. Entah mengapa saya cukup mudah membuat tulisan hanya berdasarkan hal-hal yang saya lihat, dengar, atau alami. Selain itu, jika sudah mulai menulis, saya bisa lupa waktu.. sangat enjoy. Saya ingat dulu ketika saya sedang menulis satu buku, saya pernah menulis 3-4 jam tanpa berhenti sedetikpun. Coba bandingkan dengan orang yang tidak menyukai menulis, mungkin 1 jam saja rasanya lelah.
Nah, saya terpikir untuk menulis post ini karena nastar.
Iya, kue nastar. Jadi ceritanya mama saya mendapatkan kue nastar dari 2 saudaranya. Dua bersaudara ini tinggal berdekatan dan sering sharing apapun, termasuk si resep kue nastar. Entah mengapa, resep sama, tetapi beda hasil nastarnya. Saya sendiri juga mencoba 2 jenis kue nastar tersebut, dan benar berbeda, terutama rasa-nya. Ini serius dan benar-benar kisah nyata. Sampai mama saya sendiri mengatakan “resep sama tapi tangan beda, hasilnya beda.”
Dari pengalaman mencoba langsung 2 kue nastar dari 1 resep yang sama, saya tambah yakin kalau orang yang berbakat akan menghasilkan hal yang berbeda dibandingkan dengan orang yang biasa-biasa saja.
Memangnya orang yang tidak berbakat tidak bisa belajar,min? Bisa! bisa banget. Kita semua pasti bisa belajar apapun ketika kita niat. Bukan masalah bisa atau tidak, tetapi hasil. Buktinya saudara yang membuat kue nastar tadi, beliau bisa membuat kue nastar, tetapi kan hasilnya ternyata berbeda dengan yang memang punya bakat.
Kesimpulannya, mengapa tidak fokus pada bakat masing-masing agar hasil yang kita peroleh juga optimal?