Bisnis adalah bisnis

Dulu ketika saya baru lulus kuliah lalu diterima kerja di suatu perusahaan, saya senang sekali. Meski gaji-nya harian selama masa percobaan, tidak masalah. Saat itu mindset saya adalah kerja keras saja. Perusahaan tempat saya bekerja pertama kali itu lebih ke project-based, jadi ketika sudah mau deadline suatu project, saya dan rekan-rekan satu project pasti lembur terus. Pulang bisa malam sehingga kami harus kost dekat kantor. Kadang-kadang kami tidur di kantor dan baru balik kost di pagi hari nya untuk mandi dan istirahat sebentar lalu balik kantor. Saat itu saya tidak masalah sama sekali, malah saya berpikir bahwa dengan “dedikasi” seperti itu maka seharusnya bos-bos akan mulai memperhatikan. Dan memang benar, bos saya jadi semakin mempercayakan project yang lebih banyak dan bernilai cukup tinggi. Saya juga lebih sering diajak bertemu dengan client saat presentasi hasil project.

Setelah beberapa tahun berlalu, saya putuskan untuk resign karena akan melanjutkan pendidikan dengan beasiswa di luar negeri. Fakta bahwa bos saya saat itu meminta untuk saya kembali bekerja setelah lulus membuat saya berpikir bahwa saya sudah menjadi “aset berharga” di perusahaan itu. Beliau bahkan menjanjikan jabatan level middle management jika saya kembali dengan gelar baru. Kalau dibayangkan, rasanya sedikit membuat saya melayang-layang. wkwkwk….

Namun demikian, apa yang saya bayangkan tadi ternyata hanya ilusi sesaat. Saya memang tidak kembali bekerja fulltime di perusahaan tersebut karena ada alasan pribadi, hanya suatu hari saya ternyata masih membutuhkan bantuan perusahaan tadi. BPJS ketenagakerjaan saya di perusahaan tersebut tidak dapat digabungkan dengan BPJS di perusahaan saya yang baru karena katanya ada data yang berbeda sehingga saya diarahkan untuk membuat beberapa surat pernyataan resmi dari perusahaan yang lama. Case inilah yang membuat mata saya terbuka, bahwa pada dasarnya perusahaan adalah murni bisnis. Karyawan memang akan diperhatikan selama ada manfaat di sana, tetapi ketika sudah tidak bermanfaat (apakah sudah bukan karyawan atau sudah menurun performa-nya), ya sudah. Ketika datang ke kantor tersebut, saya masih bertemu dengan mantan bos saya, tetapi sikapnya sangat jauh berbeda. Kemudian saya harus sering follow up orang-orang yang berwenang membuat surat pernyataan untuk BPJS, karena ketika saya tidak tanyakan, tidak ada info sama sekali. Sangat amat berbeda dengan yang terjadi ketika saya masih bekerja disana.

Kesimpulan dari saya, selama bekerja, bekerjalah dengan baik seperti kita melakukannya untuk Tuhan; tetapi jangan mencurahkan atau mendedikasikan hidupmu untuk perusahaan tempat bekerja tersebut, kecuali kamu adalah pemilik perusahaannya.

Saya paham bahwa ada juga orang-orang yang benar-benar mendedikasikan hidupnya untuk sebuah perusahaan dan pada akhirnya dia bisa mencapai level atas (mendapatkan saham perusahaan, menempati posisi upper management, membuat keputusan-keputusan bisnis, dll), tetapi saya yakin hal ini terjadi hanya 1 dibanding sekian banyak orang saja, dan tergantung “model kepemilikan perusahaan”. Ada banyak perusahaan yang pemiliknya hanya mau anak-cucu sendiri yang menduduki posisi atas; jadi untuk yang model seperti ini, ngarep!