Mempertahankan tradisi

Waktu kami mudik ke tempat suami, saya diajak untuk mengikuti prosesi acara adat pernikahan di sana, kebetulan ada saudara yang menikah dengan orang setempat juga, jadi acara adat pasti dilakukan. Seumur-umur baru pertama kali saya melihat prosesi yang seperti itu. Saya sendiri lupa namanya apa, tetapi saya bisa menceritakan prosesi yang saya lihat.

Awalnya pengantin pria mendatangi rumah pengantin wanita, tetapi sang pria tidak boleh turun dari mobilnya. Orang tua/saudara yang dituakan yang boleh turun masuk ke rumah sang wanita membawa beberapa pemberian, salah satunya amplop yang berisi “uang susu”. Uang susu ini biasa diberikan pihak pria untuk orang tua wanita sebagai suatu penghargaan karena sudah membesarkan istri untuk sang pria tersebut. Sebelum masuk rumahnya pun ada beberapa hal yang perlu dilakukan. Setelah sudah di dalam rumah, ada prosesi memberikan teh untuk orang tua dan yang dituakan, termasuk pemberian hadiah untuk kakak yang “dilangkahi”. “Dilangkahi” ini artinya yang menikah adalah anak yang urutan dibawah (misal anak ke 3), sementara kakaknya (anak ke-1 atau ke-2) belum menikah. Selesai prosesi, lanjut foto-foto bersama.

Lanjut prosesi berikutnya, pengantin wanita keluar dari rumah (menandakan akan meninggalkan rumah orang tua dan selanjutnya akan tinggal bersama suami). Ketika wanita meninggalkan rumah orang tuanya, ada beberapa barang yang harus dibawa, salah satunya adalah ayam. Ya, saya juga cukup kaget. Ada 2 ekor ayam hidup (jantan dan betina) yang kemudian diikat di depan mobil pengantin. Katanya ayam tersebut akan memberikan kesejahteraan, karena ayam menghasilkan telur. Sebelum pengantin wanita masuk ke mobil-pun, dia harus mengelilingi mobil pengantin sebanyak 3x ditem. Untuk bagian ini saya juga agak terkejut dan bertanya-tanya maksudnya apa. Setelah selesai berkeliling 3x, barulah sang wanita masuk ke mobil [dimana pengantin pria sudah menunggu dari tadi]. Lalu mereka pergi ke rumah sang pria.

Prosesi di rumah pengantin pria tidak bisa saya lihat karena kami datang terlambat jadi sudah banyak orang. Jalanan ke rumah pengantin pria pada waktu itu ada genangan air yang agak tinggi sehingga saya dan suami yang naik motor harus memutar mencari jalanan lain yang kering… daripada nekat menerobos lalu tiba-tiba motor mogok.

Menarik? Buat saya yang sejak lahir sudah tinggal di kota besar, saya mendapati prosesi tersebut menarik. Sesuatu yang tidak pernah saya ketahui, apalagi saya alami. Rumah orang tua suami sebenarnya berada di lokasi yang bukan lagi desa, bisa dibilang sudah termasuk kota meskipun lokasinya masih agak jauh dari bandara/pusat kota besar (dari bandara sekitar 1 jam perjalanan tanpa macet menggunakan mobil). Jadi saya juga merasa salut untuk orang-orang yang masih mau menjalankan prosesi adat seperti itu, mempertahankan tradisi yang saya yakin sudah berjalan bertahun-tahun sejak dahulu kala. Mantab!