Akar dari penipuan

Saya ingat dulu pernah baca beberapa artikel tentang pengakuan orang-orang yang melakukan penipuan, bahwa mereka menipu karena mereka terjerat hutang. Maksudnya, karena punya hutang dan tidak bisa bayar makanya mereka melakukan penipuan supaya dapat uang untuk bayar hutang.

Tetapi apakah benar bahwa akar dari penipuan itu adalah karena ada hutang atau karena dikejar-kejar hutang? Bukan.

Dari analisa saya, akar dari penipuan adalah gaya hidup mewah.

Lho?
Iya, saya percaya bahwa setiap manusia pada dasarnya baik. Sayangnya ada orang-orang yang memilih jalan yang salah, contohnya hidup dengan gaya hidup mewah atau gaya hidup yang tidak sesuai kemampuan (a.k.a diatas penghasilan). Di awal-awal, gaya hidup seperti ini pasti akan memakan habis penghasilan dalam sekejap, misal gaji 5 juta tapi pengeluaran diatas 5 juta, jadi gaji bulan depannya akan habis untuk bayar kekurangan sebelumnya. Kalau istilah jaman now-nya, “gaji hanya numpang lewat”. Jika gaya hidup tersebut diteruskan, pasti akan menimbulkan hutang, apalagi sekarang ini sangat mudah mengambil kredit/pinjaman. Dengan kata lain, ketika penghasilan gitu-gitu aja, ditambah hutang yang berbunga dan gaya hidup tetap wah, kondisi finansial akan buruk. Hasil akhirnya adalah hutang yang tidak terbayar. Kondisi ini akan membuat hidup tidak tenang. Ditelepon terus-menerus, didatangi debt collector, dll. Tekanan-tekanan inilah yang kemudian membuat orang kemudian berbuat “nekat”, yaitu mengambil uang orang lain, baik lewat kejahatan atau penipuan.

Sampai sini masuk akal, kan? Jadi akar masalah penipuannya itu bukan karena dia punya hutang, tetapi karena ada yang salah dengan gaya hidupnya dari sejak awal. Sekiranya kita hidup sesuai dengan kemampuan kita, maka kita tidak akan punya pikiran untuk aneh-aneh. Secara logika kita tidak akan mencari masalah dengan pihak berwajib karena resikonya adalah penjara. Ya, kan?

Salah satu bukti lain bahwa akar penipuan itu karena gaya hidup mewah adalah fakta bahwa pelaku yang berhasil melakukan penipuan cenderung membelanjakan ‘sisa uang kejahatan’ untuk barang-barang mewah. Belum lama ini kita sedikit dihebohkan dengan penipuan mahasiswa IPB. Setelah tertangkap, pelaku ternyata menggunakan uang hasil kejahatannya untuk membeli mobil (selain untuk bayar hutang). Jadi meskipun punya uang segunung, ketika gaya hidup sudah salah, tetap akan habis.

Kesimpulannya? ubah mindset, ubah gaya hidup.
Jika kita merasa ada yang salah dengan kondisi keuangan kita, cepat-cepat evaluasi. Kemungkinan besar pengeluaran lebih besar daripada penghasilan (a.k.a gaya hidup tidak sesuai kemampuan). Gaya hidup yang salah akan dapat diubah dengan perubahan mindset yang benar. Memang butuh waktu, tetapi jika kita niat, pasti bisa.