Kecewa

Dari apa yang saya pelajari dan alami, kecewa itu terjadi karena 1 hal saja…. ekspektasi terlalu tinggi dibandingkan realitas.

Contoh sederhana: saya berharap pasangan membelikan saya hadiah pas ulang tahun, sudah kasih kode-kode sejak H-2 minggu dan kelihatannya dia sudah mengerti. Tetapi pas hari H ternyata tidak ada apa-apa. Hasilnya pasti kecewa.

Contoh lain: saya berharap lulus seluruh mata kuliah dengan nilai minimal C. Ternyata ada 1 mata kuliah yang nilainya F sehingga harus mengulang. Saya kecewa karena saya merasa sudah belajar sungguh-sungguh dan merasa bisa mengerjakan tugas dan ujiannya.

dll… dll…

Kenapa ekspektasi terlalu tinggi? kalau dari pengalaman dan pengamatan saya, either karena terlalu bergantung dengan seseorang, atau karena merasa “memiliki” seseorang.

Saya kenal dekat beberapa orang yang seumur hidupnya terlalu bergantung kepada pasangan sehingga sering kecewa ketika apa yang diharapkan tidak sesuai dengan kenyataan. Itu pilihan hidupnya memang. Saya pribadi hanya dapat bersimpati dan menjadikan hal itu sebagai pelajaran untuk hidup saya… tidak banyak bergantung kepada orang lain.

Contoh lain, jika kita adalah orang tua, pasti ada ekspektasi anak kita seperti bagaimana. Menurut saya wajar juga, karena jika tidak ada ekspektasi juga anak bisa malas-malasan atau salah arah. Jadi jangan sampai ekspektasi terlalu tinggi lalu “maksa” anak melakukannya sehingga menjadi beban untuk si anak, ataupun seolah acuh sehingga anak semaunya. Perlu effort untuk bisa mengontrol hal ini. Salut untuk orang tua yang dapat melakukannya!

Lalu bagaimana agar tidak kecewa? apakah tidak boleh memiliki ekspektasi?” Menurut saya hanya perlu balance saja antara ekspektasi dan penerimaan. Bagaimanapun setiap manusia memiliki kelemahan, jadi tidak mungkin bisa melakukan semua hal yang diharapkan orang lain. Kata kuncinya itu saja, balanced expectance and acceptance.

Memang teori sih gampang, menjalani yang susah. karena itu kita butuh terus belajar….