Bukan karena uang

Beberapa bulan lalu ada tetangga saya datang minta tolong perihal laporan keuangan RT. Dia cerita kalau orang yang dulu biasa melakukannya sudah tidak bisa lagi sehingga tetangga saya ini yang ditugaskan untuk melanjutkan, dan bahwa dia sudah datang ke tempat print berbayar tetapi entah kenapa hasil print nya tidak bisa sesuai dengan yang dulu-dulu. Ketika saya melihat hasil dari tempat print berbayar itu, saya langsung mengetahui masalahnya. “Oh, iya, ini karena formatnya berbeda.” Awalnya saya bantu untuk mengubah format dan memberikan file hasil editan saya. Dia lalu mencoba print di tempat berbayar kembali namun hasilnya tetap tidak sesuai harapan. Karena saya melihat dia sedikit frustasi (saya bayangin dia bolak-balik ke tempat print dan berusaha menjelaskan ekspektasinya tetapi tak kunjung berhasil), akhirnya saya bilang “saya aja yang print-in, tapi tidak bisa warna karena saya hanya punya tinta hitam.” Dia katakan tidak masalah, yang penting hasilnya sesuai harapan. Setelah itu masalah selesai.

Cerita nyata ini adalah salah satu contoh bahwa tidak segala sesuatu itu bisa terjadi karena uang. Apa yang tetangga saya butuhkan ternyata tidak bisa “dibeli” dengan uang, karena ketika dia berusaha dengan uang (pergi ke tempat print berbayar yang bisa mencetak warna pula), hasilnya toh tetap tidak sesuai harapan. Btw (by the way), menurut saya wajar sih, karena memang di tempat cetak biasanya karyawan yang bekerja tidak begitu paham format-format dokumen. Yang dipahami biasanya adalah membuka file-klik print-kelar. Jika si karyawan bisa mengerti format-format dokumen, sepertinya dia akan mencari kerja di kantoran yang mana kemungkinan besar gaji / fasilitas lebih tinggi dibanding di warnet / tempat cetak atau fotokopi.

Ada contoh satu lagi yang saya lihat dari sebuah film drama. Ya memang namanya film bisa aja dibuat-buat, tetapi rasanya bisa dialami manusia beneran, toh cerita drama biasa didasari kejadian nyata (kecuali fiksi ilmiah / science fiction seperti end game itu tuh…yang cuma menjentikkan jari lalu dunia bisa lenyap).

Balik ke drama… jadi drama itu bercerita tentang kehidupan seorang muda yang sangat amat super sukses. Bayangin, masih muda sudah jadi pemimpin grup perusahaan, jadi bisa dikira-kira hartanya berapa banyak. Kalau saya lihat area rumahnya, jalan keliling 1x saja sudah bikin kaki lelah. Kamar tidurnya seluas rumah-rumah jaman now. Di kamar tidur tersebut terlihat tempat tidur yang luas, bed cover yang keliatan empuk dan nyaman banget. Tetapi…. si pemuda itu ternyata sering tidak bisa tidur nyenyak. Diceritakan bahwa dia sering terbangun tidur sampai berkeringat dingin. Ada trauma yang dimilikinya sehingga dia hampir tidak bisa tertidur dengan lelap.

Sampai sini saja cerita drama-nya. Saya hanya ingin menunjukkan bahwa ternyata fasilitas mewah tidak membuat seseorang bisa mendapatkan kebutuhan dasarnya, dalam contoh tadi adalah tidur nyenyak. Kalau saya bandingkan dengan masa muda saya dulu yang sering tertidur di bis (biasa setelah pulang kuliah sore), rasanya saya lebih mensyukuri keadaan saya saat itu dibandingkan pemuda kaya raya yang sering terbangun ketika ingin tidur.

Tentu saja, bukan berati kita harus tidur di tempat-tempat umum, bambang! Kesimpulannya tetap sama, tidak semua hal bisa terjadi karena uang. Ada banyak hal di dunia ini yang tidak diperoleh dengan uang. Bagaimanapun, uang adalah alat tukar. Alat tukar ini memang bisa digunakan untuk mendapatkan makanan, minuman, barang-barang, dll, namun tidak dapat berlaku untuk seluruh pemenuhan kebutuhan manusia. Ada hal-hal yang tidak bisa dibeli dengan uang. Jadi, ayo kita syukuri apa yang kita miliki meskipun tidak mewah, meskipun tidak ber-merk, meskipun tidak selengkap orang-orang lain.