
Dulu saya pernah membaca salah satu teori yang digagas oleh Prof. Yohanes Surya yang namanya Mestakung (Semesta Mendukung). Teori yang sangat menarik. Gambaran besar yang saya pelajari adalah, manusia ternyata memiliki kekuatan yang luar biasa ketika dihadapkan pada situasi yang genting. Contoh sederhana: kalau ada orang yang dikejar anjing, orang itu pasti bisa lari dengan sangat cepat dan bahkan bisa melompat pagar yang tinggi.
Baru-baru ini saya melihat satu kesempatan yang menurut saya langka. Sebuah perusahaan properti terkemuka akan membuka kawasan baru. Kenapa saya menyebutnya langka? karena lokasinya strategis, dekat rumah saya sehingga mudah untuk merawat, dan harga perdana nya saya yakin tidak mungkin terlalu tinggi (tidak mungkin semahal daerah elite seperti Jakarta Selatan). Ketika saya akhirnya mendapatkan price list dari salah satu agen properti, saya tersenyum. Tebakan saya benar! Ini adalah kesempatan untuk mencapai goal dana pensiun.
Tetapi tidak semudah itu juga, Ferguso! Ngomong sih enak, kesempatan bagus… langka… pasti cuan… tapi kalau bayarnya pakai kredit yang berlebihan bakal jadi backfire untuk keuangan. Jika salah langkah akan membuat saya membayar bunga kredit yang terlalu besar.
FYI, saudara-saudara, pada saat saya menulis post ini, posisi keuangan saya sudah stabil dan tidak ada hutang, tetapi untuk membeli sebuah rumah 2 lantai dengan cara tunai belum mungkin. Kalau saya sudah ada uang sebanyak itu mah saya sudah pensiun, tinggal optimalisasi investasi sambil melakukan aktivitas-aktivitas yang saya sukai setiap hari.
Nah, agen properti saya kemudian menyarankan KPR. Memang benar, skema pembayaran KPR adalah yang paling gampang karena record saya juga bagus jadi kemungkinan untuk di approve diatas 90%. Tetapi ketika saya melakukan simulasi kredit, jika saya ambil KPR 10 tahun dengan DP 20% saja, total bunga KPR yang akan saya bayar ke bank akan bernilai separuh dari harga rumahnya, ini belum termasuk biaya-biaya seperti provisi, administrasi, asuransi, dll. Ini bukan masalah “mampu nyicil” atau tidak, tapi masalahnya sayang kalau memberi uang hasil kerja setiap hari kepada perusahaan/bank.
Kenapa tidak 5 tahun? karena bank memiliki hitungan dan mitigasi resiko sendiri sehingga umumnya nilai cicilan bulanan tidak boleh lebih dari 30% dari penghasilan. Jadi meskipun kita pribadi mampu mencicil sampai 50-60% dari gaji, bank belum tentu approve jika nilai cicilan bulanannya terlalu tinggi. Jadi balik lagi, bukan masalah “mampu nyicil”, tapi karena bank memiliki aturan dan hitungan sendiri.
Karena skema KPR tidak oke dan tunai keras juga tidak mampu, pilihan terakhirnya adalah mencicil langsung ke developer. Dari sisi bunga kredit untuk cicilan terpanjangnya (27 bulan), nilainya lumayan kecil. Jika dihitung-hitung, mencicil ke developer bunganya sekitar 5%/tahun. Mantul, kan? Tapi karena durasi terpanjang hanya 27 bulan, artinya nominal cicilan bulanannya cukup tinggi. Hm……
Mampu, kah? Mampu tapi mepet. wkwkwk…. Hampir seluruh pendapatan saya dan suami harus dipakai untuk cicilan. Disinilah kemudian saya teringat teori mestakung tadi. Secara logika kelihatan seperti nekat, tetapi kami memiliki dana tabungan yang cukup lumayan untuk menutup biaya hidup selama 2 tahun, sehingga kami percaya bahwa ini adalah tantangan dan kami akan berhasil.
Apakah ada situasi dalam hidupmu yang kelihatan berat untuk dilewati? Coba direnungkan kembali baik-baik. Perhatikan seluruh aspek dan gunakan sudut pandang yang berbeda-beda. Jika masih ada kesempatan meskipun kelihatan kecil, jadikan itu tantangan dan jalankan. Kamu pasti akan sukses karena semesta akan mendukung!