
Setelah sebelumnya kita belajar mengenai bunga fix, kali ini saya akan infokan jenis bunga lain lagi, namanya bunga efektif. Secara garis besar, bunga efektif berati bunga dihitung sesuai nilai hutang pokok. Contoh sederhana, saya meminjam 100 juta dengan bunga efektif 8%/tahun. Maka ditahun pertama bunga yang saya bayar adalah 8 juta. Pada akhir tahun pertama sisa hutang pokok saya misalnya 70 juta, maka perhitungan bunga menjadi 8% x 70 juta = 5,6 juta untuk cicilan sepanjang tahun kedua. Jika di akhir tahun kedua sisa hutang tinggal 40 juta, maka bunga 8% x 40 juta = 3,2 juta untuk perhitungan cicilan di tahun ketiga, dst.
Sampai sini kira-kira dapat gambarannya, ya? Dibandingkan dengan bunga fix, tentu saja bunga efektif lebih ‘murah’. Biasanya model bunga seperti ini digunakan untuk kredit rumah (KPR). Tetapi hati-hati juga dengan KPR, karena bank berhak untuk mengubah suku bunga kreditnya pada masa floating. Dari pengalaman dan pengamatan saya, bunga floating itu pasti diatas 10%.
Dulu KPR saya mencapai bunga 13,75% / tahun ketika masuk periode bunga floating, padahal saat mengajukan, bunga KPR nya hanya 6% untuk 2 tahun pertama dan 8% untuk tahun ketiga. Ya memang, waktu itu saya tidak mengerti mengenai bunga-bunga kredit jadinya saya pikir nanti bunga floating nya tidak akan jauh dari yang sebelumnya. Ternyata sampai 13,75%. Luar biasa, kan? Bunga yang naik tentu saja akan meningkatkan nominal cicilan. Hutang pokok saya waktu itu dibawah 300 juta, itupun nilai cicilannya naik hampir 1 juta. Saya bahkan mencoba menyurati bank KPR saya meminta keringanan karena saat itu finansial saya sedang tidak baik, tetapi bank tidak menyetujui. Alhasil saya harus menerima saja. Saya tetap bersyukur dengan pengalaman tersebut karena akhirnya saya belajar mengenai bunga kredit dan kemudian saya menggunakan strategi untuk take over ke bank lain yang memiliki bunga fix panjang sedemikian rupa sehingga besaran bunga nya masih lebih kecil (meskipun ada biaya-biaya lagi untuk take over) dibandingkan bunga floating di bank pertama.
Hari-hari ini saya melihat banyak sekali iklan-iklan perumahan yang menurut saya fantastis. Contoh yang ada di gambar post ini. Harga rumah 800 juta-an dengan cicilan KPR 4 jutaan. Penasaran…. saya coba membuat simulasinya dengan satu metode yang saya pelajari, dan saya mendapatkan hasil : asumsi plafon pinjaman 800 juta, tenor 20 tahun dan bunga 4,3% / tahun, cicilannya memang bisa 4,9 juta. Masih diangka 4 juta, kan? dan tenor 20 tahun memang wajar juga, jadi iklan itu masuk akal. Tetapi tunggu dulu, saudara-saudara. Ingat bahwa bunga 4%-an itu pasti bunga promo yang akan berjalan [biasanya] hanya beberapa tahun. Setelah itu akan menjadi bunga floating. Yang pasti, dari simulasi yang tadi saya dapatkan, seandainya pun selama 20 tahun kredit, bunga nya tetap 4,3%, nilai total bunga yang kita akan bayarkan kepada bank akan berjumlah +-394 juta. Yup, hampir 50% dari pinjamannya. Apalagi kalau kena bunga floating, dapat dipastikan kita akan ‘memberi uang’ kepada bank lebih dari 400 juta.
Pertanyaan selanjutnya, sayang, ngga, sih? Kita kerja keras setiap hari tetapi kemudian kita seperti memberikan uang hasil kerja kita untuk bank. Benar bahwa rumah adalah kebutuhan primer, tetapi kita pun harus bijaksana. Ada strateginya, koq.
Strategi paling sederhana untuk KPR adalah membayar DP tinggi (agar plafon pinjaman rendah), menggunakan tenor yang tidak terlalu panjang, serta bunga fix yang paling lama. Bagaimana cara membayar DP tinggi ? Ya nabung dulu, lha. Kalau memang tidak punya tabungan ya jangan memaksakan diri membeli rumah. Lebih baik ngontrak dahulu.
“Aduh, gengsi kalau ngontrak…” Ya elah, emangnya gengsi bisa dimakan kalau uang habis untuk bayar hutang? atau apakah gengsi bisa digunakan untuk mengusir Debt Collector kalau telat bayar? Percayalah…. orang mungkin kagum [sesaat] jika melihat rumah mewah, tetapi orang pasti tidak peduli ketika kita tidak sanggup membayar cicilan/hutang untuk rumah tadi. Jadi, fokus pada kebutuhan kita pribadi saja, ngontrak+nabung DP sebelum beli, lalu beli rumah sesuai kemampuan.