
Ini adalah topik yang dengan senang hati akan selalu saya bahas, karena saya sudah melihat langsung orang tua yang anaknya “terdampak”.
Entah mulai dari tahun berapa, saya memperhatikan banyak orang tua yang justru senang jika anak-anaknya yang masih sangat kecil sudah berbicara dengan bahasa Inggris. Jika jalan-jalan di mall, saya bisa melihat dan mendengar suara bocil-bocil dalam bahasa yang bukan bahasa Indonesia, padahal orang tuanya sendiri bicara bahasa Indonesia dengan orang sekitarnya.
“kan keren, min, kecil-kecil udah bisa ngomong Inggris” Keren sih keren, tapi sebenarnya ada resikonya. Resiko tersebut saya sebut dengan istilah “kebingungan bahasa”.
Bayi dari sejak lahir sudah bisa mendengar meskipun tidak bisa menangkap maksud atau artinya. Semakin lama, dia akan semakin terbiasa mendengarnya, dan sedikit demi sedikit memahami maksudnya ketika orang tuanya juga memberikan gambaran (biasanya menunjukkan barang atau memperagakan aktivitas) arti dari yang diucapkan.
Masalah bisa terjadi ketika pembelajaran bahasa itu langsung lebih dari 1 jenis dan ketika si bocil belum bisa membedakan mana yang bahasa apa, misalnya si ibu berbicara dalam bahasa Inggris, sedangkan si ayah bicara Indonesia, apalagi kalau ada si mba yang bicara bahasa daerahnya. Bukankah anak itu akan bingung jika ia belum memahami bahasa?
Benar bahwa kebingungan tersebut tidak selalu terjadi, terutama jika si anak memang berbakat, atau orang tuanya paham benar bagaimana mengajari beragam bahasa dengan baik. Tetapi jika resiko terjadi, akan berdampak buruk dalam perkembangan si anak.
Menurut saya, yang terbaik adalah dengan mengajarkan bahasa satu persatu, utamanya tentu saja bahasa ibu. Jika orang tua adalah orang Indo, anak lahir di Indo, dan tinggal juga di Indo, ya bo ajarkan anak itu pertama dan utama bahasa Indonesia.
Dalam kondisi wajar, usia 3-4 tahun anak akan sudah banyak mengenali bahasa yang diajarkan, dan seharusnya bisa berbicara bahasa tersebut. Saya ingat sekali anak pertama saya sudah bisa diajak bicara oleh kepala sekolah saat saya mendaftarkan dia TK, waktu itu usianya belum 3 tahun. Itu daftar doang, jadi dia masuk TK usia 3,5 tahun. Dan kepala sekolahnya menerima di usia tersebut karena memang katanya dia sudah bisa diajak bicara. Jika anak belum bisa diajak bicara, maka akan diminta menunggu tahun berikutnya.
Setelah anak paham 1 bahasa, barulah ajarkan bahasa berikutnya. Simple, kan? Justru ketika anak sudah memiliki pondasi 1 bahasa, belajar bahasa lainnya akan lebih mudah, karena yang mengajar lebih bisa menggunakan bahasa pondasi itu ketika mengajarkan bahasa lainnya. Contohnya ketika anak saya yang kecil mendengar di yutup istilah “mess” dan dia bertanya apa itu, saya tinggal bilang “oh, itu berantakan, atau kacau”. Dia langsung paham. Enak, kan?
Kesimpulannya, tidak perlu ngajarin anak berbagai-bagai bahasa sekaligus sejak bayi, cukup bahasa ibu dahulu, setelah itu baru lanjut bahasa lainnya.
